Penampilan
perdana mereka di bawah nama The S.I.G.I.T terjadi pada tanggal 23
Oktober 2003 dalam sebuah acara fakultas Arsitektur, Universitas
Parahyangan. Kebetulan Farri dan Acil memang berkuliah disana. Setelah
penampilan perdana tersebut, nama The S.I.G.I.T pelan-pelan mulai
bergaung di kalangan kampus. Acara demi acara di kampus mulai menjadi
santapan mingguan mereka.
Hingga
pada saat itu, mereka mendapat tawaran dari Spills Records untuk
merilis sebuah mini album. Di tahun 2004, debut mini album yang hanya
dikerjakan dalam waktu dua minggu akhirnya dirilis dan mendapat
sambutan positif dari berbagai pihak. Walau begitu, pemunculan mereka
kala itu juga tidak lepas dari komentar miring sebagian pihak yang
menganggap mereka hanyalah band yang mengikuti tren saja. Anggapan itu
muncul karena musik rock yang mereka mainkan serupa dengan musik garage
rock yang di awal periode 2000-an sedang naik daun. Untuk anggapan
miring tersebut, Rekti berpendapat, “Memang kebetulan pada era awal
2000an sedang marak band-band rock revival seperti The
Strokes, The Datsuns, The White Stripes dan mereka saat itu ‘dilabeli’
sebagai garage rock. Memang kami mengikuti dan mendengarkan band-band
tersebut. Bukan karena sedang booming, melainkan karena kami selalu
menggemari musik semacam itu. Dan yang kami rasakan saat itu adalah
euforia. Bayangkan gimana rasanya aliran musik yang anda gemari bangkit
kembali dan bermunculan lagi band-band yang menarik. Namun tanpa
adanya booming garage rock pun saya yakin kami akan menjadi band
seperti kami sekarang, yang mendapatkan banyak influence dari band rock 60-70an.”
Promosi Word of Mouth
The
S.I.G.I.T adalah satu dari sekian band yang lahir di periode 2000 di
Bandung. Sebuah masa dimana menurut mereka adalah stagnan dan pasif
jika dibandingkan dengan periode musik era 90-an di Bandung. “Kalau
dilihat dari intesitas acara, tahun 90’an scene-nya lebih hidup. Walaupun acara-acara yang diadakan masih modal udunan (patungan) dan non-profit, namun semua pelaku yang terlibat di dalamnya sangat aktif dan sungguh-sungguh. Etos DIY (Do It Yourself) sangat kuat pada masa itu. Hampir semua band yang punya lagu sendiri merilis album (dengan modal sendiri juga),” ucap Rekti.
by arbi pramuji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar